CAHAYA DIANTARA ISTIQFAR DAN
SEDEKAH
Jarni
Sujarni
Siapapun kamu, apapun profesi dan
jabatanmu jika qodarullah belum memihak bisa bilang apa?
Hanya
satu tempat meminta, hal yang tak masuk akal dan logika pikiran manusia bisa
terjadi. Mudah bagi Allah, Pencipta dan Penguasa alam semesta ini.
“Jadilah”…
maka jadilah ia (QS. Yasin : 82)
Satu pelajaran yang bisa kita baca,
kisah Nabi Zakaria, nabi sholih pilihan Allah, Beliau sampai gemetar saking
gembiranya. Air matanya mulai berlinang hingga jenggotnya yang putih mulai
basah. Ia berdiri melakukan sholat sebagai tanda syukur doanya terkabulkan.
Do’a
apa yang dimintanya? Doa agar diberi keturunan anak laki-laki pada saat usianya
sudah senja, dikabulkan Allah SWT
Nabi
Zakaria, seorang tua dan rambutnya sudah dikelilingi uban, ia merasa tak lama
lagi hidupnya akan berakhir dan isterinya pun seorang wanita tua mandul, yang tidak mungkin memberinya
seorang keturunan. Dengan penuh harap,
ia memohon pada Sang Pencipta tanpa mengangkat sura keras agar ia dan isterinya
dikarunai seorang penerus kenabiannya. Maha Kuasa Allah yang mengabulkan
doanya, hingga malaikat Jibril menyampaikan dalam Al-Qur’an,
“Hai
Zakaria, sesungguhnya Kami memberi kabar gembira kepadamu akan (memperoleh)
seorang anak yang bernama Yahya, yang sebelumnya Kami belum pernah menciptakan
orang yang serupa dengan dia (QS. Maryam:7).
Allahu
Akbar… Allahu Akbar!
Kisah Aisyah, ra. isteri baginda
nabi besar Muhammad SAW, wanita kecintaan Rasulullah. Beliau sangat
memperhatikan sesuatu yang menjadikan Rasulullah SAW rela. Menjaga jangan
sampai Rasul menemukan sesuatu yang tidak menyenangkan darinya. Senantiasa mengenakan pakaian yang bagus dan selalu
berhias untuk Rasulullah. Indah sekali bukan? Sanggupkah kita seperti ini,
duhai ibunda? Berurai airmataku membaca kisahnya. Aisyah, ra. menjadi kecintaan
manusia yang paling dicintai seluruh penghuni bumi dan langit. Tidaklah mmudah
menjadi kecintaan suami, butuh perjuangan dan istiqomah, tidak seperti
membalikkan tangan. Rasulullah sangat
mencintainya hingga menjelang ajalnya Rasul meminta ijin, meminta kerelaan pada
para isterinya untuk beristirahat di kamar Aisyah ra hingga wafatnya. Tidak
berkurang kemuliaannya meski beliau tidak dikaruniai seorang anak.
***
Membaca buku-buku inspiratif membuat
aku sering berpikir, mudahnya Allah SWT mengatur segala kehidupan alam semesta.
Yang tak terbetik di benak manusiapun bisa saja terjadi, di luar dugaan manusia.
Allahum Akbar, Maha Kuasa Engkau.
Masih
saja sombong sebagai manusia?
Aku
mencoba membangkitkan energi menulis, dengan membaca referensi fisik dan online
sebagai santapan lingsir wengi[1]
dan menceritakan satu kisah diantara
sejuta kisah.
Baru
seminggu laki-laki itu datang memperkenalkan diri pada keluargaku. Dari
seberang katanya. Kenal denganku karena
sepekerjaan dengan saudara iparku. Saat itu aku Cuma berpikir bagaimana caranya
menghindari Bapak, jaauh dari Bapak biar aku tak melihat kesulitan Bapak dengan
isteri barunya. Iya, Bapak baru menikah… pengantin baru dengan janda beranak lima.
Aku yang tinggal serumah dengannya sudah paham sangat dengan apa yang bakal
dihadapi bapak nanti, setahun dua tahun pernikahannya dan aku tak mau
menanggung resiko dan akibat pernikahan yang benar-benar tak kusukai.
Teman…
Berita
bapak akan menikah lagi persis seminngu sebelum Mas Joko, seorang ikhwah yang
bersedia hidup bersama denganku akan datang mellamar.
Bisa
dibayangkan bagaimana sedih perasaanku, Bapak menikah karena tak mau tinggal
sendiri setelah aku menikah nanti.
“Pak,
Mas Joko ini sudah siap dan bersedia tinggal di rumah kita… menemani hari-hari
Bapak dan Jarni,” kataku berurai air mata mencegah agar bapak membatalkan
niatnya mempersunting janda itu
Tak
bisa tidak, bapak keukeh mempersuntingnya.
Bagaimana perasaanku?
Galau tingkat akhir, teman-teman.
Jujur saja, hatiku tak terima. Jika sudah
begini, pasti berimbas pada sikap seseharianku bukan?
Iya, begitulah.
Aku
jadi enggan di rumah. Waktuku ku habiskan diluar, dengan menyibukkan diri
melalui seabrek kegiatan. Bila perlu, aku beralasan ada keperluan ke rumah
teman agar tak pulang malam itu. Diakhir derita hati, kuputuskan hengkang dari
rumah dengan cara yang baik. Baiklah, aku kost demi kebahagiaan diriku sendiri.
Tak lama, 4 bulan bertahan hidup memisah dariku, Bapak berkirim kabar agar aku pulang menjenguknya. Kulihat nasib bapak setelah beristri. Ya Allah, maafkan aku... telah melalaikan bapak hanya untuk sekedar mengikuti egoku. rasa sakit hatiku karena rencana pernikahanku yang batal. Betapa egoisnya aku.
Malam itu juga, kuputuskan aku kembali ke rumah. Biar saja, aku harus belajar menerima ibu tiriku.
Dengan orang lain saja aku sanggup bersikap baik, masak dengan ibu tiriku aku tak sanggup.
Baiklah... aku pulang.
Bila nanti ibu memerlukan sesuatu, bantuan dariku, kuanggap sedekah. Semoga Allah mengampuni dosa-dosaku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar